Mantan Pelajar Salatiga Melakukan Somasi Agensi Pendidikan
Para mantan pelajar ini telah dilaporkan oleh orang tua mereka melalui kuasa hukum dari kantor pengacara Law Office Fast and Associate yang berlokasi di Jalan Tanjung, Salatiga. Ign. S. Kuncoro, S.H., M.H., adalah koordinator dalam kasus ini.
BLN adalah usaha yang dimiliki oleh DYI, seorang wanita yang tinggal di Tegalrejo, Kecamatan Argomulyo, Kota Salatiga. Dia bertanggung jawab atas pengelolaan dan penyelenggaraan usaha ini.
Di bawah kepemimpinan Nana Saragih, HEY berkantor di Komplek Ruko Alexandria Block B8, No 15, Batam Center Indonesia, Batam Riau.
HEY adalah agensi yang menawarkan program persiapan pendidikan dan pelatihan vokasional di Jerman.
Ign. Suroso Kuncoro, S.H., M.H., Koordinator Kantor Hukum Fast and Associate, menjelaskan bahwa somasi ini didasarkan pada sosialisasi yang dilakukan oleh BLN dan HEY di SMA Negeri 3 Salatiga mengenai tawaran untuk melanjutkan pendidikan sambil bekerja di Jerman.
Para siswa di SMA Negeri 3 Salatiga mendapat informasi dan sosialisasi tentang kesempatan berinvestasi. Seiring waktu, banyak yang tertarik dan diminta untuk menyumbangkan uang secara bertahap, hingga mencapai puluhan juta rupiah. Hal ini diungkapkan oleh Suroso Kuncoro, yang akrab dipanggil Babeh Ucok.
Meskipun telah memenuhi semua syarat dan ketentuan yang ada, ternyata belum ada kejelasan dari pihak HEY tentang kapan anak-anak ini akan berangkat.
Setelah hampir 2 tahun tanpa ada kepastian yang ditawarkan oleh HEY, para orang tua akhirnya putus asa. Mereka merasa frustasi dan tidak tahu harus berbuat apa lagi.
“Akhirnya, kami dipilih sebagai wakil hukum. Sebenarnya, langkah hukum pertama yang kami ambil adalah somasi pertama, tetapi surat somasi kami hanya dikembalikan tanpa penjelasan apa pun. Oleh karena itu, pada awal Mei 2024, kami mengirimkan somasi kedua,” jelas Ucok kepada media.
Salah satu orang tua dari eks pelajar, MFY atau yang akrab disapa Y, mengungkapkan bahwa anaknya telah mengalami kerugian baik secara materi maupun immaterial.
“Sejak awal 2022, kami sudah menghabiskan biaya sebesar Rp35 juta secara berkala. Anak kami juga telah menjalani berbagai tes dan pelatihan seperti yang ditentukan oleh HEY,” ujar Y, seorang penduduk kompleks perumahan di Tingkir Tengah, Tingkir, Salatiga.
Bahkan lebih buruk lagi, sang anak mengakui bahwa dia telah menunggu selama dua tahun tanpa ada kepastian. Ini adalah situasi yang sangat merugikan dan menyakitkan.
Karena adanya peraturan baru dari Pemerintah Jerman, para peserta dan orang tua tidak diberikan jaminan tentang saat keberangkatan oleh HEY.
Ironisnya, ada beberapa mantan siswa yang sudah mendaftar di perguruan tinggi untuk program sarjana tetapi kemudian memutuskan untuk mengundurkan diri dan memilih bergabung dengan Hey.
Meskipun telah menghubungi HEY, belum ada kejelasan mengenai masalah ini. Sementara itu, anak-anak terus tumbuh dan seakan tidak memiliki pekerjaan selama dua tahun.
Banyak orang tua yang merasa marah dan kesal ketika ingin meminta pengembalian uang, tetapi pihak HEY (Himpunan Elusif Yayasan), yang diwakili oleh Nana Saragih, terkesan mengelak dan tidak mau bertanggung jawab sepenuhnya.
Akhirnya, puluhan orang tua merasa kecewa dan berencana untuk melanjutkan masalah ini ke jalur hukum. Namun, setelah mempertimbangkan beberapa faktor, hanya sembilan dari sembilan orang tua eks pelajar yang memilih untuk tetap menempuh jalur hukum.